Selasa, 30 November 2021

LATIHAN SOAL PAS IPS KELAS 9

   Assalamu'alaikum Wr.Wb

Apakabar sahabat IPS? 

Semoga kalian tetap semangat belajar IPS

Bagi kalian kelas 9 yang mau  menghadapi Penilaian Akhir Semester (PAS) Berikut ini Latihan soal yang dapat kalian kerjakan....

Selamat Mencoba!

Sabtu, 27 November 2021

LATIHAN SOAL PAS IPS KELAS 8

   Assalamu'alaikum Wr.Wb

Apakabar sahabat IPS? 

Semoga kalian tetap semangat belajar IPS

Bagi kalian kelas 8 yang mau  menghadapi Penilaian Akhir Semester (PAS) Berikut ini Latihan soal yang dapat kalian kerjakan....

Selamat Mencoba!

Jumat, 26 November 2021

LATIHAN SOAL PAS IPS KELAS 7

   Assalamu'alaikum Wr.Wb

Apakabar sahabat IPS? 

Semoga kalian tetap semangat belajar IPS

Bagi kalian kelas 7 yang mau  menghadapi Penilaian Akhir Semester (PAS) Berikut ini Latihan soal yang dapat kalian kerjakan....

Selamat Mencoba!

Kamis, 21 Oktober 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3.a.9

 

KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 3.3.a.9

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID



 Modul 3.3 merupakan modul terakhir yang dipelajari dalam Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Modul ini berjudul pengelolaan program yang berdampak pada murid. Pada modul ini CGP diharapkan mampu untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk program yang berdampak pada murid dan tahapan membuat program, memahami proses perencanaan program sampai pelaporan program dengan menggunakan strategi Monitoring, Evaluasi, Learning dan Reporting (MELR) dan yang terakhir CGP juga diharapkan mampu mengidentifikasi manajemen resiko dari sebuah program.


Hal yang menarik yang dapat saya tarik dari pembelajaran modul pengelolaan program yang berdampak pada murid adalah pertama, ketika saya menyaksikan video tentang bentuk-bentuk program yang berdampak pada murid saya menjadi berpikir kembali apakah program yang selama ini dilaksanakan di sekolah sudah berdampak pada murid atau belum. Saya merasa bahwa program-program yang sudah ada selama ini belum mengoptimalkan semua aset yang ada di sekolah maupun di daerah. Dari video saya juga belajar bahwa dengan kolaborasi antara guru, kepala sekolah, murid, orang tua dan masyarakat kita akan mampu mewujudkan suasana kelas dan sekolah yang nyaman dan menyenangkan. Pada intinya keterbatasan bukanlah menjadi halangan untuk mewujudkan program yang berdampak pada murid.

Hal kedua  yang menarik di modul ini adalah saya diingatkan kembali tentang tentang tahap-tahap membuat program melalui metode BAGJA. BAGJA merupakan akronim dari Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur Eksekusi.

 


(Sumber : https://sebuahtutorial.com/bagja-dalam-program-guru-penggerak/)

 

Melalui BAGJA, sekolah hanya fokus pada kekuatan yang dimiliki. Sehingga, kelemahan atau kekurangan menjadi sesuatu yang tidak relevan. Melalui BAGJA, sekolah diharapkan akan  mampu membuat program yang berdampak pada murid.

Hal ketiga yang menarik di modul ini adalah tentang manajemen resiko. Manajemen risiko merupakan salah satu hal  wajib yang harus dilakukan dalam merencanakan program sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan  wajib melakukan  rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah. Risiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan karena apabila risiko tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan.


(Sumber : https://djpb.kemenkeu.go.id)

 

Benang merah yang dapat saya tarik dari keterkaitan antar materi yang ada di modul 3.3 ini adalah bahwa program yang berdampak pada murid dapat dilaksanakan dengan melakukan tahapan pembuatan program menggunakan metode BAGJA. Melalui metode BAGJA, sekolah akan berfokus kepada kekuatan bukan kepada kekurangan. Sebelum sebuah program sekolah dilaksanakan, kita jangan lupa terlebih dahulu melakukan manajemen risiko. Agar kita dpat mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin terjadi jika program tersebut dilaksanakan. Setelah manajemen risiko dilaksanakan, maka program dapat diputuskan untuk dilanjutkan atau tidak. Jika dilanjutkan kita hendaknya melihat sejauh mana keberhasilan dari program tersebut maka diperlukan MELR (Monitoring, evaluation, learning and reporting).

Kaitan antara pemetaan sumber daya dengan perencanaan program sekolah yang berdampak pada murid adalah sekolah sebelum merencanakan program yang berdampak pada murid hendaknya terlebih dahulu mengidentifikasi aset-aset yang dimiliki. Setelah selesai mengidentifikasi aset-aset yang dimiliki, maka sekolah dapat beranjak pada tahap perencanaan program sekolah melalui metode BAGJA, sehingga diharapkan sekolah akan mampu mengoptimalkan aset-aset yang dimiliki dan program sekolah yang berdampak pada murid dapat terwujud.

Materi dalam modul lain yang berhubungan dengan materi dalam modul 3.3. ini antara lain:

1)      Kaitan modul 3.3 dengan  materi Filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

Dalam filosofi Ki Hajar Dewantara, tugas guru adalah menuntun murid untuk mencapai tujuan pendidian. Dalam hal ini guru murid dalam menjalankan program-program sekolah yang berdampak pada murid untuk bisa hidup sesuai dengan kodrat alam dan zamannya. Segala potensi yang dimiliki murid akan berkembang secara maksimal dengan adanya program yang berdampak pada murid.

2)      Kaitan antara modul 3.3 dengan materi Inkuiri Apresiatif.

Dalam menyusun program, sekolah akan merancang sebuah program yang dapat dirasakan dan berdampak pada pengembangan murid dan sekolah itu sendiri. Program yang berdampak murid akan didapatkan dengan menyusun program tersebut secara kolaboratif dan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki. Kekuatan yang dikembangkan agar memiliki kekhasan sendiri yang membedakan dengan sekolah lainnya. Proses penyusunan program tersebut mengimplementasikan tahapan BAGJA dengan menerapkan pendekatan inkuiri apresiatif.

3)      Kaitan modul 3.3 dengan materi pemimpin dalam pengelolaan sumber daya.

Segala aset/kekuatan/potensi yang dimiliki sekolah haruslah dipetakan, dikelola dan dimanfaatkan untuk mendukung dan mewujudkan program yang berdampak pada murid. Program yang berdampak pada murid akan cepat dan tepat terlaksana jika aset-aset dimiliki sekolah dapat dimaksimalkan.

Kaitan dari semua materi tersebut dengan peran saya sebagai guru penggerak adalah bahwa sebagai seorang guru penggerak saya harus mampu membuat program yang berdampak pada murid. Program-program yang mampu mendorong wellbeing ekosistem pendidikan sekolah. Wellbeing disini terkait dengan kondisi yang sudah berpihak pada murid. Kondisi yang membuat murid merasa nyaman untuk belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya.  Program yang berdampak pada murid tentu saja akan mudah terwujud jika saya sebagai guru penggerak mampu berkolaborasi dengan warga sekolah lainnya untuk mengidentifikasi aset-aset yang dimiliki guna mendukung terlaksannya program sekolah yang berdampak pada murid.


Jumat, 17 September 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN 

SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN


            Guru Penggerak diharapkan menjadi katalis perubahan pendidikan di daerahnya. Salah satunya dengan menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah.  Wellbeing disini terkait dengan kondisi yang berpihak pada murid, dimana murid merasa nyaman untuk belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Sebagai manusia dan pemimpin pembelajaran, kita tentu saja akan berhadapan dengan berbagai permasalahan baik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Dalam hal ini kita diharapkan mampu mengambil keputusan yang bijaksana dan berpihak pada murid. Pada saat mengambil keputusan Guru Penggerak dapat berpedoman kepada Pilosopi Patrap Triloka dari Ki Hadjar Dewantara.  

                                        


Ing Ngarso Sung Tulodho artinya di depan memberi teladan, sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita hendaknya untuk selalu menjadi teladan bagi murid dalam berbagai hal, termasuk dalam mengambil keputusan. Keputusan yang kita ambil diharapkan mencerminkan peran kita sebagai pemimpin pembelajaran. Seperti kita ketahui, seorang pemimpin pembelajaran akan selalu berusaha agar keputusan yang diambil mampu menciptakan kondisi  yang memberikan rasa nyaman pada murid sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Ing Madya Mangun Karso artinya di tengah membangun kehendak,  setiap keputusan yang kita ambil hendaknya mampu membangun semangat dan motivasi murid untuk belajar.  Sedangkan Tut Wuri handayani artinya di belakang memberikan dorongan, kita sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya mampu mengambil keputusan yang mampu mendorong murid kita untuk mengembangkan bakat dan potensi yang mereka miliki.

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita sangat berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan sebuah keputusan. Apalagi sebagai seorang Calon Guru Penggerak, kita diharapkan mampu menjiwai nilai-nilai guru penggerak dalam setiap langkah kita. Nilai tersebut diantaranya  nilai mandiri, reflektif , kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid. Nilai-nilai inilah yang kemudian akan berpengaruh besar terhadap pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang guru yang memiliki nilai berpihak pada murid misalnya, maka ia akan selalu berusaha untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan belajar muridnya secara cepat dan tepat. Ia akan berusaha agar keputusan yang ia ambil mampu menciptakan kondisi yang nyaman bagi muridnya. Ia juga akan melakukan kolaborasi dan refleksi untuk mengetahui apakah keputusan yang diambil telah tepat atau tidak. Nilai-nilai yang tertanam tersebut kemudian akan menjadi faktor penentu dalam memilih prinsip yang akan kita gunakan dalam pengambilan keputusan, apakah prinsip berpikir berbasis hasil akhir, prinsip berfikir berbasis  peraturan, maupun prinsip berpikir berbasis berbasis rasa peduli.

Pada modul 3.1 ini, Calon Guru Penggerak mempelajari materi tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Materi ini merupakan sesuatu hal yang baru bagi saya pribadi. Pada saat mempelajari modul ini, kita para Calon Guru Penggerak secara terjadwal mendapatkan bimbingan dari fasilitator dan pengajar praktik. Salah satu metode yang diterapkan adalah metode coaching. Melalui metode coaching kami belajar apa perbedaan dilema etika dan bujukan moral, paradigma pengambilan keputusan, prinsip-prinsip pengambilan keputusan dan Sembilan langkah pengujian dan pengambilan keputusan dan lain-lain. Banyak sekali manfaat yang dirasakan dari metode coaching ini yang mengasah kemampuan kami untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

Setelah mempelajari modul 3.1 ini, CGP memahami bahwa sebelum mengambil sebuah keputusan kita hendaknya mengidentifikasi apakah kasus yang kita hadapi merupakan bujukan moral atau dilema etika. Jika masuk ke dalam dilema etika, maka kita hendaknya mengambil keputusan berdasarkan empat paradigma dilema etika diantaranya (1) individu lawan masyarakat, (2) rasa keadilan lawan rasa kasihan, (3) kebenaran lawan kesetiaan dan (4) jangka pendek lawan jangka panjang.  Selain itu kita juga harus memperhatikan tiga prinsip pengambilan keputusan, yaitu (1) prinsip berpikir berbasis hasil akhir, (2) prinsip berpikir berbasis peraturan, dan (3) prinsip berfikir berbasis rasa peduli. Setelah menentukan paradigma dilema etika dan prinsip berpikir yang akan digunakan, maka kita akan  melakukan  langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian dan pengambilan keputusan. Langkah-langkah tersebut diharapkan akan mampu melahirkan keputusan yang tepat dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pemilihan prinsip sangat dipengaruhi oleh nilai yang dipegang oleh seorang guru. Seseorang yang sudah menjiwai nilai guru penggerak (mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid) diharapkan akan memilih prinsip yang tepat dan pada akhirnya akan bermuara pada keputusan yang berpihak kepada murid.

Proses pengambilan keputusan terhadap kasus dilema etika yang terjadi di sekolah, tidak menemukan kesulitan yang berarti. Kami sudah terbiasa untuk mendiskusikan permasalahan yang terjadi di sekolah secara bersama-sama dan penuh dengan keterbukaan. Sehingga proses pengambilan keputusan dapat berjalan dengan lancar tanpa kendala.

Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran tentu saja sangat berpengaruh terhadap pengajaran yang memerdekakan murid. Seorang pemimpin pembelajaran akan selalu berupaya untuk mengambil keputusan yang berpihak kepada murid. Keputusan yang mampu menciptakan kondisi yang nyaman bagi murid untuk belajar. Kita juga harus menyadari bahwa setiap keputusan yang kita ambil dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-murid. Oleh karena itu, kita hendaknya selalu melakukan langkah-langkah pengambilan keputusan yang tepat, jangan ceroboh dan asal mengambil keputusan. Jangan sampai kita salah mengambil keputusan yang berdampak buruk pada masa depan murid kita.

Kesimpulan akhir yang saya dapat tarik dalam pembelajaran modul 3.1 adalah bahwa pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran bukan hal yang mudah, banyak hal yang harus kita perhatikan sebelum kita mengambil keputusan, dari memilih paradigma dilema etika, prinsip pengambilan keputusan sampai langkah-langkah pengujian dan pengambilan keputusan. Keterkaitan materi pada modul ini dengan modul-modul sebelumnya, yaitu seorang guru sebelum mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya terlebih dahulu memahami pilosopi pratap triloka dari Ki Hadjar Dewantara, memahami bagaimana peran guru seharusnya dan bagaimana cara melakukan metode coaching dengan baik agar keputusan yang diambil akan berpihak pada murid dan sesuai dengan kebutuhan belajarnya.

Minggu, 15 Agustus 2021

VIDEO PEMBELAJARAN KEGIATAN PRODUKSI

  Assalamu'alaikum Wr.Wb 

Apa kabar sahabat IPS ? 
Semoga kalian tetap semangat untuk belajar IPS ya.... 
Bagi kalian yang saat ini duduk di Kelas VII SMP, berikut ini adalah Video Pembelajaran IPS
Bab                 : Aktivitas Manusia dalam Memenuhi Kebutuhan
Sub Bab          : Kegiatan Ekonomi
Materi Pokok  : Kegiatan Produksi

VIDEO PEMBELAJARAN PEMAHAMAN LOKASI MELALUI PETA

 Assalamu'alaikum Wr.Wb 

Apa kabar sahabat IPS ? 
Semoga kalian tetap semangat untuk belajar IPS ya.... 
Bagi kalian yang saat ini duduk di Kelas VII SMP, berikut ini adalah Video Pembelajaran IPS
Bab                 : Manusia, Tempat dan Lingkungan
Sub Bab          : Letak dan Luas Indonesia
Materi Pokok  : Pemahaman Lokasi Melalui Peta



VIDEO PEMBELAJARAN PENGERTIAN RUANG DAN INTERAKSI ANTARRUANG

 Assalamu'alaikum Wr.Wb 

Apa kabar sahabat IPS ? 
Semoga kalian tetap semangat untuk belajar IPS ya.... 
Bagi kalian yang saat ini duduk di Kelas VII SMP, berikut ini adalah Video Pembelajaran IPS
Bab                 : Manusia, Tempat dan Lingkungan
Sub Bab          : Pengertian Ruang dan Interaksi antar ruang 



Rabu, 21 Juli 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.1

KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 2.1

 

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

 

Oleh Ruli Aspirini, S.Pd

CGP Kab. Pandeglang

 


(Sumber : www.google.com)

 

Guru merupakan profesi yang sangat luar biasa. Disadari atau tidak, setiap hari kita sebagai guru harus berhadapan dengan murid yang begitu beragam. Baik itu beragam dari sisi kesiapan belajar, minat, gaya belajar, dan lain-lain. Dari segi minat misalnya ada murid yang suka bermain musik, berolah raga, memasak atau mungkin melakukan percobaan-percobaan di laboratorium. Hal ini kemudian menuntut kita untuk mampu menerapkan proses pembelajaran yang dapat mengakomodir keberagaman tersebut, sehingga tujuan pembelajaran yang kita harapkan dapat tercapai. Salah satu solusi yang dapat kita lakukan adalah dengan menerapakan Pembelajaran Berdiferensiasi. Apa itu Pembelajaran Berdiferensiasi? Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Dalam Pembelajaran Berdiferensiasi semua keputusan yang dibuat oleh guru berorientasi kepada kebutuhan murid.

 


(Sumber : Dokumen Pribadi)

 

Bagaimana penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi di kelas? Pembelajaran Berdiferensiasi diawali dengan kegiatan memetakan kebutuhan belajar murid. Tomlinson berpendapat bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu kesiapan belajar (readiness) murid, minat murid dan profil belajar murid.

1)      Kesiapan belajar (readiness)

Kesiapan belajar adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Kesiapan belajar tidak berkaitan dengan tingkat intelektualitas (IQ). Namun, berkaitan dengan informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Dengan adanya pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, guru dapat memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran sehingga kebutuhan belajar murid dapat terpenuhi.

Dalam menentukan kesiapan belajar murid pada suatu konsep, kita dapat melakukan asesmen untuk menentukan apa yang dipahami murid tentang konsep tersebut dan mengamati murid ketika menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas. Guru juga bisa bertanya tentang apa yang diketahui oleh murid.

2)      Minat murid

Minat merupakan salah satu faktor yang mendorong murid untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Setiap murid di kelas mungkin memiliki minat yang berbeda-beda. Ada murid yang berminat pada seni, matematika, sains, drama, memasak dan lain sebagainya. Dengan mengenali minat murid, guru dapat merencanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna. Guru dapat menentukan minat murid melalui asesmen diagnosis awal.

3)      Profil belajar murid

Profil belajar murid berkaitan dengan banyak faktor seperti bahasa, budaya, keadaan keluarga, dan lain-lain. Selain itu juga profil belajar berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Di bawah ini merupakan jenis-jenis gaya belajar yang dimiliki murid dan perlu diketahui guru agar dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi.

 



(Sumber : https://www.cikgutere.com)

 

Tujuan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasakan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Setiap anak di kelas memiliki profil belajar sendiri. Seorang guru hendaknya dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar di kelas.

Setelah melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar murid, maka kita kemudian memilih strategi diferensiasi yang akan kita terapkan agar kebutuhan belajar murid dapat terpenuhi dan hasil belajar yang optimal dapat tercapai. Tiga strategi dalam Pembelajaran Berdiferensiasi, yaitu sebagai berikut :

1)      Diferensiasi Konten

Diferensiasi konten berkaitan dengan apa yang kita ajarkan kepada murid. Hal ini merujuk pada strategi membedakan pengorganisasiaan dan format penyampaian konten. Konten adalah materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum.

2)      Diferensiasi Proses

Diferensiasi proses berkaitan dengan bagimana murid akan memahami memaknai apa informasi atau materi yang akan dipelajari. Diferensiasi proses merujuk pada strategi yang membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi (conten) materi. Cara melakukan diferensiasi proses diantaranya sebagai berikut : a) kegiatan berjenjang, b) pertanyaan pemandu/tantangan, c) membuat agenda individual untuk murid, d) memvariasikan lama waktu untuk mengerjakan tugas, e) mengembangkan kegiatan yang dapat mengakomodasi beragam gaya belajar visual, audiotori, dan kinestetik, e) menggunakan pengelompokan yang fleksibel sesuai dengan kesiapan, kemampuan dan minat murid.

3)      Diferensiasi Produk

Diferensiasi produk berkaitan dengan  tagihan apa yang kita harapkan dari murid. Produk merupakan hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukan murid kepada kita. Produk dapat berupa karangan, hasil tulisan, hasil tes, pertunjukan, presentasi, pidato, rekaman, diagram dan lain sebagainya. Hal yang paling penting adalah produk tersebut harus mencerminkan pemahaman murid dan berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru sebelum menentukan produk harus mempertimbangkan kebutuhan belajar murid.

Pembelajaran Berdiferensiasi sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Menurut Ki Hadjar tugas guru adalah menuntun tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kodratnya masing-masing. Layaknya seperti seorang petani yang tidak bisa merubah padi menjadi jagung, begitu juga dengan kita sebagai guru tidak bisa merubah kodrat anak. Namun, kita dapat membantu anak untuk mengembangkan bakatnya dengan menciptakan lingkungan yang mampu membantu untuk mengembangkan bakat yang dimilikinya tersebut. Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi inilah hal tersebut dapat terwujud.

Pembelajaran Berdiferensiasi akan mudah terwujud jika guru mampu melaksanakan peran guru penggerak dengan baik, tentu saja sang guru terlebih dahulu harus mampu menjiwai  nilai  guru penggerak terutama nilai berpihak pada murid. Tanpa keberpihakan pada murid maka lingkungan yang mendukung proses Pembelajaran Berdiferensiasi tidak akan terwujud. Seperti apakah lingkungan yang mendukung pembelajaran berdiferensiasi? Lingkungan yang mendukung Pembelajaran Berdiferensiasi adalah lingkungan dimana kehadiran setiap orang dihargai, setiap orang merasa aman, satu sama lain saling membantu mengembangkan kemampuannya, satu sama lain saling mendukung, semua murid mendapatkan semua yang ia butuhkan, dan guru dan murid berkolaborasi untuk mencapai kesuksesan. Lingkungan ini dibangun di atas komunitas belajar yang di dalamnya terdiri dari orang-orang yang memiliki jiwa pembelajar.


(Sumber: https://www.pngwing.com)

 

Dalam membangun komunitas belajar, tentu saja guru membutuhkan kemampuan kolaborasi yang baik. Guru harus mampu merangkul berbagai pihak, baik itu kepala sekolah, orang tua, guru BK dan rekan sejawat lainnya. Komunitas belajar dapat menggunakan   Pendekatan IA  dalam memetakan kebutuhan belajar murid. Melalui pendekatan IA, guru akan mengetahui potensi atau kekuatan yang dimiliki oleh setiap murid di kelas.  Tugas guru kemudian adalah memotivasi para murid agar mau mengoptimalkan segala kekuatan yang dimiliki.  

Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi akan mempermudah terwujudnya budaya positif di sekolah yang kemudian akan bermuara pada terwujudnya visi sekolah. Seperti kita ketahui bahwa, visi sekolah hendaknya mendukung terciptanya lingkungan belajar yang ramah bagi semua pihak, baik itu murid, guru, maupun orang tua. Melalui Pembelajaran Berdiferensiasilah, setiap orang akan terbiasa untuk saling menghargai, saling mendukung dan berkolaborasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan Pembelajaran Berdiferensi memiliki dampak yang besar bagi terwujudnya visi sekolah.

 


Selasa, 29 Juni 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4

 

BUDAYA POSITIF SEKOLAH

Oleh Ruli Aspirini, S.Pd

CGP Kab. Pandeglang

 

(Sumber : Dokumen Pribadi)

 

Sekolah merupakan institusi pembentukan karakter. Agar murid memiliki karakter yang diharapkan maka sekolah harus memiliki budaya positif. Budaya positif di sekolah adalah  nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Kita selama ini telah mengenal berbagai budaya positif di sekolah, misalnya budaya 5S (Salam, Senyum, Sapa, Sopan, Santun) dan budaya-budaya positif lainnya yang ada di sekolah. Budaya positif di sekolah akan terwujud jika semua komponen sekolah ikut serta dalam membangun budaya positif tersebut, terutama kita sebagai guru yang memegang peranan sentral. Sebagai seorang guru penggerak, kita harus mampu menjadi inisiator dalam mewujudkan budaya positif di sekolah. Dengan budaya positif yang dimilikinya, sekolah diharapkan akan mampu melahirkan murid-murid yang memiliki profil pelajar pancasila.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang tujuan pendidikan, yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara juga mengajarkan kita bahwa tugas guru adalah “menuntun” tumbuh kembangnya anak dan setiap anak memiliki kodratnya masing-masing.

(Sumber : Dokumen Pribadi)

        Oleh karena itu sebagai guru penggerak, kita harus mampu membangun komunitas di sekolah yang memiliki tekad dan semangat sama, yaitu untuk melahirkan murid-murid yang memiliki profil pelajar pancasila, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berahlak Mulia, mandiri, bergotong-royong, berkebinekaan global, bernalar kritis, dan kreatif sehingga diharapkan tujuan pendidikan dapat terwujud.

                                    

(Sumber : https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/?page_id=2817)

        Profil pelajar pancasila akan terbentuk jika guru mampu melaksanakan peran guru penggerak dengan baik, diantaranya menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi antar guru dan mewujudkan kepemimpinan murid. Peran guru penggerak tersebut akan terwujud jika guru memiliki nilai guru penggerak, yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.

Dalam upayanya untuk mewujudkan budaya positif di sekolah yang kemudian akan berdampak pada terwujudnya profil pelajar pancasila, guru penggerak tentu harus mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengembangkan visi bersama tentang apa yang ingin dicapai sekolah. Dalam kaitannya dengan pencapaian visi kita dapat menggunakan Pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA). Melalui IA, guru penggerak bersama-sama dengan seluruh komponen sekolah baik kepala sekolah, rekan sejawat, murid, orang tua maupun komponen sekolah lainnya menganalisis potensi atau kekuatan yang dimiliki oleh seluruh komponen yang ada di sekolah.

Melalui pendekatan IA, guru penggerak akan mengetahui potensi atau kekuatan yang dimiliki oleh seluruh komponen di sekolah, terutama guru. Tugas guru penggerak adalah memotivasi para guru agar mau mengoptimalkan segala kekuatan yang dimiliki, kemudian mengajak mereka untuk berkolaborasi dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentu saja dalam hal ini dibutuhkan kemampuan kolaborasi dari seorang guru penggerak. Melalui komunikasi yang efektif dan keteladanan dari guru penggerak, kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan oleh guru penggerak diharapkan  akan menular kepada rekan guru yang lain.

Penerapan budaya positif dalam aktivitas belajar mengajar sehari-hari dilandasi oleh disiplin positif. Disiplin positif merupakan sebuah model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif agar murid menjadi pribadi yang penuh hormat dan bertanggung jawab (Nelsen.,Lott & Glenn, 2000). Dalam disiplin positif guru harus mampu membangun hubungan yang baik dengan murid. Diantaranya dengan bersikap baik dan tegas secara bersamaan, membantu murid merasa dihargai dan menjadi bagian dari kelas, berfokus pada perubahan dan peningkatan perilaku yang menetap, melatih murid untuk memiliki keterampilan social dan mengajak murid untuk menemukan dan menggunakan kekuatan mereka. Disiplin positif tidak mengenal adanya hukuman, namun konsekuensi.

Melalui disiplin positif diharapkan murid akan mampu memahami perilaku mereka sendiri, mampu mengambil inisiatif, serta bertanggung jawab atas pilihan mereka serta mampu menghargai diri mereka sendiri serta orang lain. Dalam penerapannya, disiplin positif tentu saja membutuhkan keterlibatan semua komponen sekolah termasuk orang tua di rumah, agar perilaku disiplin berjalan dengan konsisten antara rumah dengan sekolah. Sekolah dalam hal ini harus membekali orang tua dengan informasi tentang bagaimana cara mempraktekan disiplin positif di rumah.

Pada saat penerapan budaya positif dalam aktivitas belajar mengajar sehari-hari di kelas, seorang guru harus mampu berperan sebagai manajer. Dimana dalam hal ini guru hendaknya mengajak murid untuk membuat kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas merupakan langkah awal dalam membangun budaya positif di sekolah. Kesepakatan kelas diharapkan akan membantu pembentukan budaya disiplin positif di kelas, yang kemudian akan berdampak juga terhadap proses belajar mengajar yang menyenangkan bebas dari segala tekanan. Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif.


(Sumber : https://japanese.binus.ac.id)

 

Kesepakatan kelas berisikan harapan-harapan baik dari guru ke murid maupun sebaliknya dari murid ke guru. Dalam penyusunan kesepakatan kelas, guru berkolaborasi dengan murid. Satu hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kesepakatan kelas adalah jangan terlalu banyak membuat aturan-aturan. Hal ini akan membuat murid merasa kesulitan bahkan kesepakatan kelas tersebut menjadi tidak bermakna sama sekali. Cukup 4 - 8 aturan saja untuk setiap kelas. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka. Penggunaan kalimat positif menjadi hal yang wajib dalam kesepakatan kelas, karena kalimat positif akan lebih mudah dipahami dibandingkan kalimat negative, seperti penggunaan kata “dilarang” atau “tidak” sebaiknya tidak dilakukan. Kesepakatan kelas yang telah disusun tentu saja tidak mutlak berlaku untuk selamanya, tetapi perlu dilakukan evaluasi dan refleksi secara berkala, misalnya setiap awal semester. Berikut ini contoh kesepakatan kelas.


(Sumber : Dokumen Pribadi)

 

Setelah kesepakatan kelas, upaya yang dapat kita lakukan dalam mewujudkan budaya positif di sekolah adalah mengembangkan visi sekolah. Visi berisi harapan-harapan yang ingin dicapai sekolah. Melalui visi kita dapat mengetahui langkah-langkah apa yang harus kita lakukan dan tujuan yang ingin kita capai. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) kita hendaknya memanfaatkan semua kekuatan yang dimiliki oleh komponen sekolah dan berfokus pada hal-hal positif yang sudah berhasil dikembangkan di sekolah.

Visi sekolah yang akan dikembangkan hendaknya mendukung terciptanya lingkungan belajar yang ramah bagi semua pihak, baik itu murid, guru, maupun orang tua. Semua pihak merasa salaing menghargai satu sama lain dan para murid memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensinya serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat maupun harapan-harapannya. Visi sekolah juga hendaknya mendukung proses pembelajaran yang penuh dengan rasa saling menghormati dan saling peduli satu sama lain. Serta memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk terlibat dalam setiap kebijakan yang ada di sekolah.

Penjelasan di atas menyadarkan kita bahwa untuk membangun budaya positif  membutuhkan waktu yang tidak singkat, dibutuhkan konsistensi dan keterlibatan semua komponen di sekolah untuk bahu membahu membangun budaya positif. Sebagai seorang guru penggerak, kita harus mampu menjadikan budaya-budaya positif yang sudah kita lakukan di kelas (melalui kesepakatan kelas) menjadi budaya positif sekolah dan bahkan menjadi visi sekolah. Caranya tentu saja melalui aksi nyata kita yang dapat menjadi teladan bagi guru yang lain dan melalui kemampuan kita untuk mengajak semua komponen sekolah untuk berkolaborasi.

Semoga ikhtiar kita dalam mewujudkan budaya positif di sekolah dapat berjalan seperti yang kita inginkan. Aamiin.,

                                                                                              



Senin, 31 Mei 2021

AKSI NYATA MODUL 1.2

UPAYA MEWUJUDKAN PEMBELAJARAN 
YANG MENYENANGKAN 
MELALUI KOMIK DAN WORDWALL 


Oleh Ruli Aspirini, S.Pd 
Calon Guru Penggerak Kabupaten Pandeglang

A.    Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha untuk memanusiakan manusia. Tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Setiap anak memiliki karakteristik masing-masing. Mereka memiliki potensi, minat, dan bakatnya sendiri. Peran guru adalah menuntun anak-anak tersebut sesuai dengan minat, bakat, dan potensinya. Dalam proses menuntut anak diberi kebebasan, namun pendidik harus tetap memberi arahan agar anak tidak kehilangan arah.

Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan bahwa pendidik hendaknya mendidik anak dengan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya sendiri. Kodrat alam berkaitan dengan tempat sang anak tinggal, kita tahu anak-anak tinggal di daerah yang berbeda yang kemudian berpengaruh terhadap kebiasaan mereka. Berkaitan dengan kodrat zaman saat ini kita sedang menghadapi era globalisasi dimana anak dituntut untuk memiliki keterampilan Abad 21 agar mereka memiliki daya saing.

Berdasarkan pemikiran di atas, pendidik hendaknya mampu menyelenggarakan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pembelajaran yang melibatkan peserta didik dari proses perencanaan pembelajaran sampai refleksi. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengemukakan gagasannya, diberi kesempatan untuk menemukan cara belajarnya. Sehingga pembelajaran akan terasa lebih bermakna bagi mereka.

Pandemi Covid 19 membuat perubahan besar dalam hidup kita, salah satunya dalam proses pembelajaran yang tadinya berlangsung secara tatap muka beralih menjadi Belajar Dari Rumah (BDR) menggunakan berbagai aplikasi, diantaranya google classroom, Rumah Belajar maupun WhatsApp. Sebagai seorang pendidik tentu saja kita tidak dapat menyerah dengan keadaan, kita justru dituntut untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif. Kita dituntut untuk membantu peserta didik agar tetap semangat untuk belajar, diantaranya yaitu dengan memilih media pembelajaran dan metode pembelajaran yang menarik. Salah satu media pembelajaran yang pendidik gunakan dalam aksi nyata ini adalah komik sedangkan untuk menguji pemahaman peserta didik pendidik menggunakan games Wordwall.

 

B.     Tujuan

Adapun tujuan dari rancangan aksi nyata ini yaitu sebagai berikut :

1.      mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada siswa.

2.      mewujudkan pembelajaran yang bermakna.

3.      mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan.

4.      meningkatkan keaktifan peserta didik.

5.      meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

6.      meningkatkan hasil belajar peserta didik.

 

C.    Deskripsi Aksi Nyata

Sebelum memilih metode dan media pembelajaran yang akan digunakan pendidik terlebih dahulu berdiskusi dengan peserta didik tentang perasaan mereka selama Belajar Dari Rumah (BDR). Sebagian besar dari mereka merasa bosan dan malas mengikuti pembelajaran Daring. Hal ini juga terlihat dari persentase peserta didik yang mengikuti pembelajaran daring melalui WhatsApp Group. Akhirnya pendidik mulai mencari solusi dari masalah yang terjadi. Pendidik memutuskan untuk membuat media pembelajaran yang mampu menarik minta peserta didik. Setelah mencari dari berbagai sumber diantaranya google dan Youtube serta berdiskusi dengan rekan sejawat di sekolah, pendidik memutuskan untuk membuat media pembelajaran komik. Pendidik mempelajari berbagai aplikasi komik yang ada, pendidik kemudian memutuskan untuk menggunakan aplikasi Pixton dan Canva. Setelah itu pendidik mencari aplikasi untuk menguji pemahaman peserta didik yang menarik dan tidak membosankan, setelah pendidik searching di google akhirnya pendidik memutuskan untuk menggunakan aplikasi Wordwall. Setelah komik dan soal di Wordwall selesai, pendidik kemudian melaksanakan proses pembelajaran.


Proses pembelajaran diawali dengan berdoa dan mengecek kehadiran peserta didik, kemudian dilanjutkan dengan ice breaking bermain tebak kata setelah peserta didik siap mengikuti pelajaran barulah kegiatan belajar dimulai. Pendidik membagikan komik tentang kehidupan manusia pada masa praksara. Komik dikemas dalam bentuk percakapan. Hal ini diharapkan akan membuat peserta didik memahami materi pelajaran. Setelah membaca komik, peserta didik kemudian ditugaskan untuk mendikusikan informasi yang merek atemukan dari komik yang mereka baca. Perwakilan kelompok ditugaskan untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Setelah selesai, untuk menguji pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari, pendidik memberikan link Wordwall. Dimana peserta didik harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang telah dipelajari dalam bentuk game Wordwall. Peserta didik dapat berkali-kali mengerjakan games tersebut, sampai mereka memperoleh nilai maksimal.

 



                          
Kegiatan Pembelajaran melalui media WhatsApp Group

                        

Contoh Komik Pembelajaran 

                 
Contoh soal dan papan skor yang terdapat pada games Wordwall
Siswa Kelas 7 sedang membaca Komik tentang Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara




Siswa Kelas 7 sedang bermain games Wordwall tentang Kehidupan Manusia pada Masa Praaksara


D.    Hasil Aksi Nyata

Pembelajaran dengan menggunakan komik dan game Wordwall ternyata mampu menarik minat peserta didik. Komik membuat peserta didik tertarik dan termotivasi untuk mempelajari materi pelajaran, gambar-gambar yang terdapat pada komik dan materi yang dikemas dalam percakapan membuat peserta didik tidak merasa seperti sedang belajar, sehingga kegiatan pembelajaran terasa menyenangkan bagi mereka. Komik juga melatih kemampuan literasi peserta didik. Begitupun dengan dengan game Wordwall membuat peserta didik termotivasi dan tertantang untuk mampu menjawab soal-soal yang terdapat pada game Wordwall. Kesempatan yang lebih dari satu kali dalam menjawab pertanyaan pada games membuat peserta didik terus mencoba menjawab sampai mereka memperoleh hasil maksimal. Pertanyaan yang dikemas dalam bentuk games juga membuat peserta didik tidak merasa sedang di uji pemahamannya, tetapi mereka merasa sedang bermain.

 

   
Testimoni Peserta Didik 


E.     Refleksi Aksi Nyata

Pandemi Covid-19 bukan menjadi alas an bagi kita sebagai seorang pendidik untuk berputus asa dalam mendidik. Justru membuat kita terpacu untuk terus meningkatkan kompetensi diri. Diantaranya dengan membuat metode dan media pembelajaran semenarik mungkin, sehingga peserta didik kita yang sudah terlalu lama Belajar Dari Rumah (BDR) menjadi termotivasi kembali untuk belajar. Pembelajaran dengan menggunakan komik dan game Wordwall ternyata mampu menarik minat peserta didik yang kemudian berpengaruh terhadap kompetensi peserta didik. Komik membuat peserta didik bersemangat dalam belajar, gambar-gambar yang dikemas semenarik mungkin membuat mereka lebih bersemangat dalam membaca dibandingkan ketika membaca buku paket atau modul yang biasa mereka baca. Semangat untuk membaca tentu saja berpengaruh terhadap pemahaman peserta didik. Ditambah lagi dengan games diakhir pelajaran semakin membuat mereka bersemangat untuk belajar.

Adapun kendala yang dialami dalam pelaksanaan Aksi Nyata ini, yaitu masih ada beberapa peserta didik yang belum terlibat dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki Handphone, selain itu beberapa peserta didik kesulitan untuk mengakses game Wordwall karena daerah mereka susah sinyal.

 

F.     Rencana Perbaikan di Masa Mendatang

Perbaikan yang akan pendidik lakukan, diataranya yaitu berkaitan dengan meningkatkan kompetensi pendidik dalam membuat komik yang lebih menarik dan mencari aplikasi-aplikasi pembuat komik lainnya. Selain itu pendidik juga berencana membuat soal games yang lebih bervariasi melalui aplikasi Wordwall. Peserta didik yang memiliki Handphone dan tidak memiliki serta rumahnya berdekatan, pendidik tugaskan untuk berkolaborasi. Agar semua peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


LATIHAN SOAL ASESMEN SUMATIF AKHIR TAHUN (ASAT) KELAS 8

 Assalamu'alaikum Wr.Wb Apakabar sahabat IPS?  Semoga kalian tetap semangat belajar IPS Bagi kalian kelas 8 yang mau  menghadapi  Asesme...