MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Oleh : Ruli Aspirini, S.Pd
A.
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pengertian pembelajaran kooperatif datang dari berbagai ahli diantaranya Roger dan kawan-kawan yang mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Sedangkan menurut Johnson dan Johnson pembelajaran kooperatif berarti bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, dimana dalam suasana kooperatif setiap anggota sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan oleh semua anggota kelompok (Miftahul Huda, 2016 : 29-32).
Pengertian pembelajaran kooperatif lainnya datang dari Slavin yang
mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran, dimana dalam
kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling
mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai
saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing (Robert E
Slavin, 2009 : 4).
B. Unsur-unsur dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson tidak semua kerja kelompok dapat
disebut pembelajaran kooperatif. Sebuah kerja kelompok harus memiliki
unsur-unsur berikut ini jika ingin disebut pembelajaran kooperatif (Anita Lie,
2014, 31) :
1 1. Saling ketergantungan positif
Unsur ini menunjukan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Semua anggota kelompok harus percaya bahwa keberhasilan kelompok menjadi tanggung jawab setiap anggota. Dengan kata lain keberhasilan kelompok tidak akan tercapai tanpa adanya kerjasama. Hal ini akan berdampak pada timbulnya perasaan saling membutuhkan antar anggota kelompok. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan
Prinsip tanggung jawab perseorangan mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus belajar, artinya tidak ada anggota kelompok yang “menumpang” atau tidak turut mengerjakan tugas kelompok. Jika tidak bisa memahami atau mengerjakan tugas tersebut, siswa dapat bertanya kepada teman dalam satu kelompok, dan salah satu dari anggota kelompok harus ada yang siap untuk menjadi tutor atau guru sebaya. Karena, keberhasilan setiap individu adalah keberhasilan kelompok, maka usaha yang dilakukan masing-masing anggota kelompok merupakan perwujudan rasa tanggung jawab individu terhadap kelompok.
Cara untuk menumbuhkan tanggung jawab perseorangan adalah (a) kelompok belajar jangan terlalu besar, (b) melakukan penilaian terhadap setiap siswa, (c) memberi tugas kepada siswa yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada semua siswa di depan kelas, (d) mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok, (e)menugasi setiap siswa untuk berperan sebagai pemeriksa di kelompoknya, (f) menugasi siswa mengajar temannya (Suprijono, 2015:79).
3. Tatap muka
Interaksi kooperatif antara para siswa dalam kelompok belajar menuntut siswa saling bertatap muka sehingga siswa dapat melakukan dialog tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat saling menjadi sumber belajar. Siswa diharapkan mendiskusikan apa yang telah dipelajari, menjelaskan kepada siswa lain bagaimana cara mengatasi masalah atau mengerjakan tugas, saling membantu, memberi dorongan atau dukungan, sehingga kelompok dapat mencapai keberhasilan.
4. Komunikasi antar anggota
Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai kemampuan mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
5. Evaluasi proses kelompok
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi tidak diadakan setiap kali ada kerja kelompok.
Selain
kelima unsur diatas, masih ada satu hal lagi yang harus diperhatikan agar suatu
kerja kelompok dapat diangggap pembelajaran kooperatif, yaitu heterogenitas
anggota kelompok. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan
keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta
kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis satu kelompok biasanya terdiri
dari siswa dengan kemampuan akademis tinggi, sedang dan kurang. (Anita Lie,
2014 : 41).
Heterogentias
kelompok diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
mengajar dan mendukung satu sama lain, serta dapat melatih siswa untuk menerima
perbedaan sehingga dapat mempererat hubungan persahabatan. Dalam penelitian ini
kelompok yang dibentuk berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan prestasi belajar
siswa.
Meskipun
pada penerapannya pembelajaran kooperatif lebih bersifat student centered, guru sebagai salah satu komponen dalam
pembelajaran tetap memiliki peran yang cukup penting. Berikut ini peranan utama
guru dalam pembelajaran kooperatif menurut Johnson :
1.
Menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan sejelas-jelasnya
2.
Menyampaikan tugas-tugas
yang harus dikerjakan siswa dengan sejelas-jelasnya.
3. Memantau efektivitas kerja
kelompok dan menyediakan bantuan kepada siswa (misalnya : menjawab pertanyaan)
untuk memaksimalkan kerja kelompok.
4.
Mengevaluasi hasil kerja
kelompok.
5.
Membantu siswa berdiskusi
tentang manfaat kerja kelompok.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa peran guru dalam
pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran,
tetapi juga sebagai observer, advisor dan evaluator.
Menurut
Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat
memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan. Beberapa
alasan mengapa pembelajaran kooperatif perlu diterapkan adalah (Robert E
Slavin, 2009 : 4-5) :
1) Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2) Pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri
3) Tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka.
4) Pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan hubungan antar siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa-siswa pendidikan khusus terbelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka.
C.
Metode-metode dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Pada
penerapannya di kelas pembelajaran kooperatif menurut Slavin memiliki beberapa
metode diantaranya Student
Team-Ahievement Division (STAD), Team-Games
Tournament (TGT), Jigsaw II, Cooperative
Integrated Reading dan Composition (CIRC) dan Team Accelerated Instruction (TAI), Group Investigation, Learning
Together, Complex Instruction, Structure Dyadi Methods (Robert
E.Slavin, 2009:11-25).
Selain
metode-metode di atas masih banyak metode pembelajaran kooperatif yang dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran diantaranya mencari pasangan (make a match), bertukar pasangan,
berpikir-berpasangan-berempat, berkirim salam dan soal, kepala bernomor, kepala
bernomor terstuktur, dua tinggal dua tamu, keliling kelompok, kancing
gemerincing, keliling kelas, lingkaran kecil lingkaran besar, tari bambu,
jigsaw dan bercerita berpasangan (Anita Lie, 2014: 55-71).
SUMBER REFERENSI
Huda, Miftahul. (2016). Cooperative Learning. Yogyakarta :
Pustaka Belajar.
Lie, Anita. (2014). Cooperative
Learning. Jakarta : PT Gramedia.
Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
Slavin,E. Robert . (2009). Cooperative
Learning (Teori, Riset dan Praktik). Bandung : Nusa Media.
Suprijono, Agus. (2013). Cooperative
Learning (Teori dan Aplikasi Paikem). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar